NABI SYU’AIB A.S
A.
Kisah
Nabi Syu’aib A.S dalam Al-Qur’an
1.
QS.
Al-A’raf ayat 85-93
“Dan (Kami telah mengutus) kepada penduduk Madyan
saudara mereka, Syu’aib. Ia berkata: “Hai kaumku, beribadahlah kepada Allah,
sekali-kali tidak ada Illah bagimu selain-Nya. Sesungguhnya telah dating
kepadamu bukti yang nyata dari Rabbmu. Maka sempurnakanlah takaran dan
timbangan dan janganlah kamu kurangkan bagi manusia barang-barang takaran dan
timbangannya, dan janganlah kamu membuat kerusakan di muka bumi sesudah Allah
memperbaikinya. Yang demikian itu lebih baik bagimu jika kamu betul-betul orang
yang beriman. Dan janganlah kamu duduk di tiap-tiap jalan dengan
menakuti-nakuti dan menghalang-halangi orang yang beriman dari jalan Allah, dan
menginginkan agar jalan Allah itu menjadi bengkok. Dan ingatlah di waktu
dahulunya kamu berjumlah sedikit, lalu Allah memperbanyak jumlahmu. Dan
perhatikan bagaimana kesudahan
orang-orang yang berbuat kerusakan. Jika segolongan dari kamu beriman kepada
apa yang aku diutus untuk menyampaikannya dan ada (pula) segolongan yang tidak
beriman, maka bersabarlah hingga Allah menetapkan hukumannya diantara kita. Dan
Dia adalah hakim yang sebaik-baiknya. Para pemuka dari kaum Syu’aib yang
menyombongkan diri berkata: “Sesungguhnya kami akan mengusirmu, hai Syu’aib dan
orang-orang yang beriman bersamamu dari kota kami, kecuali kamu kembali kepada
agama kami.” Syu’aib berkata: “Dan apakah (kamu akan mengusir kami), kendatipun
kami tidak menyukainya? Sungguh kamu mengada-adakan kebohongan yang besar
terhadap Allah, jika kami kembali kepada agamamu, sesudah Allah melepaskan kami
darinya. Dan tidaklah patut kami kembali kepadanya, kecuali jika Allah Rabb
kami menghendaki(nya). Pengetahuan Rabb kami meliputi segala sesuatu. Kepada
Allah sajalah kami bertawakal. Ya Rabb kami, berilah keputusan kami dan kaum
kami dengan haq (adil) dan Engkaulah Pemberi keputusan yang sebaik-baiknya.”
Pemuka-pemuka kaum Syu’aib yang kafir berkata (kepada sesamanya): “Sesungguhnya
jika kamu mengikuti Syu’aib, tentu jika kamu berbuat demikian (menjadi)
orang-orang yang merugi.” Kemudian mereka ditimpa gempa, maka jadilah mereka
mayat-mayat yang bergelimpangan di dalam rumah-rumah mereka. Yaitu orang-orang
yang mendustakan Syu’aib mereka itulah orang-orang yang merugi. Maka Su’aib
meninggalkan mereka seraya berkata: “Hai kaumku, sesungguhnya aku telah
menyampaikan kepadamu amanat-amanat Rabbku dan aku telah memberi nasehat
kepadamu. Maka bagaimana aku akan bersedih hati terhadap orang-orang yang
kafir?” (QS. Al-A’raf: 85-93)
2.
QS.
Hud ayat 84-95
“Dan kepada (penduduk) Madyan (Kami utus) saudara mereka,
Syuaib. Ia berkata: "Hai kaumku, sembahlah Allah, sekali-kali tiada Tuhan
bagimu selain Dia. Dan janganlah kamu kurangi takaran dan timbangan,
sesungguhnya aku melihat kamu dalam keadaan yang baik (mampu) dan sesungguhnya
aku khawatir terhadapmu akan azab hari yang membinasakan (kiamat)." Dan
Syuaib berkata: "Hai kaumku, cukupkanlah takaran dan timbangan dengan
adil, dan janganlah kamu merugikan manusia terhadap hak-hak mereka dan
janganlah kamu membuat kejahatan di muka bumi dengan membuat kerusakan. Sisa
(keuntungan) dari Allah adalah lebih baik bagimu jika kamu orang-orang yang
beriman. Dan aku bukanlah seorang penjaga atas dirimu." Mereka berkata:
"Hai Syuaib, apakah agamamu yang menyuruh kamu agar kami meninggalkan apa
yang disembah oleh bapak-bapak kami atau melarang kami memperbuat apa yang kami
kehendaki tentang harta kami. Sesungguhnya kamu adalah orang yang sangat
penyantun lagi berakal." Syuaib berkata: "Hai kaumku, bagaimana
pikiranmu jika aku mempunyai bukti yang nyata dari Tuhanku dan dianugerahi-Nya
aku daripada-Nya rezeki yang baik (patutkah aku menyalahi perintah-Nya)? Dan
aku tidak berkehendak menyalahi kamu (dengan mengerjakan) apa yang aku larang.
Aku tidak bermaksud kecuali (mendatangkan) perbaikan selama aku masih
berkesanggupan. Dan tidak ada taufik bagiku melainkan dengan (pertolongan)
Allah. Hanya kepada Allah aku bertawakal dan hanya kepada-Nya-lah aku kembali. Hai
kaumku, janganlah hendaknya pertentangan antara aku (dengan kamu) menyebabkan
kamu menjadi jahat hingga kamu ditimpa azab seperti yang menimpa kaum Nuh atau
kaum Hud atau kaum Saleh, sedang kaum Lut tidak (pula) jauh (tempatnya) dari
kamu. Dan mohonlah ampun kepada Tuhanmu kemudian bertobatlah kepada-Nya.
Sesungguhnya Tuhanku Maha Penyayang lagi Maha Pengasih. Mereka berkata:
"Hai Syuaib, kami tidak banyak mengerti tentang apa yang kamu katakan itu
dan sesungguhnya kami benar-benar melihat kamu seorang yang lemah di antara
kami; kalau tidaklah karena keluargamu tentulah kami telah merajam kamu, sedang
kamu pun bukanlah seorang yang berwibawa di sisi kami. Syuaib menjawab:
"Hai kaumku, apakah keluargaku lebih terhormat menurut pandanganmu
daripada Allah, sedang Allah kamu jadikan sesuatu yang terbuang di belakangmu?
Sesungguhnya (pengetahuan) Tuhanku meliputi apa yang kamu kerjakan." Dan
(dia berkata): "Hai kaumku, berbuatlah menurut kemampuanmu, sesungguhnya
aku pun berbuat (pula). Kelak kamu akan mengetahui siapa yang akan ditimpa azab
yang menghinakannya dan siapa yang berdusta. Dan tunggulah azab (Tuhan),
sesungguhnya aku pun menunggu bersama kamu." Dan tatkala datang azab Kami,
Kami selamatkan Syuaib dan orang-orang yang beriman bersama-sama dengan dia
dengan rahmat dari Kami, dan orang-orang yang zalim dibinasakan oleh satu suara
yang mengguntur, lalu jadilah mereka mati bergelimpangan di rumahnya. Seolah-olah
mereka belum pernah berdiam di tempat itu. Ingatlah, kebinasaanlah bagi
penduduk Mad-yan sebagaimana kaum Tsamud telah binasa.” (QS. Hud: 84-95)
1.
QS.
Asy-Syu’ara ayat 176-191
“Penduduk Aikah teah mendustakan para Rasul, ketika
Su’aib berkata kepada mereka: “Mengapa kamu tidak bertakwa? Sesungguhnya aku
adalah seorang Rasul kepercayaan (yang diutus) kepadamu. Maka bertakwalah
kepada Allah dan taatlah kepadaku. Dan aku sekali-kali tidak meminta upah
kepadamu atas ajakan itu, upahku tiada lain dari Rabb semesta alam.
Sempurnakanlah takaran dan janganlah kamu termasuk orang-orang yang merugikan,
dan timbanglah dengan timbangan yang lurus. Dan jaganlah kamu merugikan manusia
pada hak-haknya dan jangnlah kamu merajalela di muka bumi dengan membuat
kerusakan. Dan bertakwalah kepada Allah yang telah menciptakanmu dan umat-umat
yang dahulu.” Mereka berkata: “Sesungguhnya kamu adalah salah seorang dari
orang-orang yang trkena sihir, dan kamu tidak lain melainkan manusia seperti
kami, dan sesungguhnya kami yakin bahwa kamu benar-benar termasuk orang yang
berdusta. Maka jatuhkanlah kepada kami gumpalan dari langit, jika kamu termasuk
orang-orang yang benar.” Syu’aib berkata: “Rabbku lebih mengetahui apa yang
kamu kerjakan.” Kemudian mereka mendustakan Syu’aib, lalu mereka ditimpa adzab
pada hari mereka dinaungi awan. Sesungguhnya adzab itu adalah adzab hari yang
besar. Sesungguhnya pada yang demikian itu benar-benar terdapat tanda
(kekuasaan Allah), tetapi kebanyakan mereka tidak beriman. Dan sesungghunya
Rabbmu benar-benar Dialah Yang Maha Perkasa lagi Maha Penyayang.” (QS. Asy-Syu’ara: 176-191)
2.
QS.
Al-Ankabut ayat 36-37
“Dan (Kami telah
mengutus) kepada penduduk Mad-yan, saudara mereka Syuaib, maka ia berkata:
"Hai kaumku, sembahlah olehmu Allah, harapkanlah (pahala) hari akhir, dan
jangan kamu berkeliaran di muka bumi berbuat kerusakan". Maka mereka
mendustakan Syuaib, lalu mereka ditimpa gempa yang dahsyat, dan jadilah mereka
mayat-mayat yang bergelimpangan di tempat-tempat tinggal mereka.” (QS. Al-Ankabut: 36-37)
B.
Kaum
Nabi Syu’aib
Kaum Nabi Syu’aib adalah penduduk Madyan, mereka itulah
suatu kaum yang tinggal di kota Madyan yang berbatasan dengan negeri Syam
(Syria).[1]
Madyan adalah pengambilan dari nama
putera Nabi Ibrahim a.s. kemudian diproklamirkan sebagai nama suku atau kabilah
yang didominir oleh anak-cucu Madyan itu. sekarang tepatnya terletak di pinggir
pantai Laut Merah di sebelah Tenggara Gunung
Sinai.
Pada umumnya kaum Nabi Syu’aib a.s.
ini menyembah patung-patung, memuja kuburan-kuburan leluhur mereka secara
keterlaluan dan suka kepada bentuk-bentuk kejahatan yang tak kalah buasnya,
mereka tak ubah seperti binatang. Mereka menganggap suatu kejahatan merupakan
hal yang biasa. Kejahatan terkenal yang
mereka lakukan sehari-harinya ialah mengurangi timbangan dan merampas
hak-hak orang lain demi kepuasan dan kepentingan pribadi tanpa mengindahkan
kerugian yang diderita orang lain.
Dalam keadaan yang sangat kritis
semacam itu, Allah mengirim seorang utusan untuk memperbaiki sikap-sikap dan
pola kehidupan yang bersifat binatang itu, itulah anak Ibrahim a.s. yang alim
dan pemberani. Beliau terjun langsung di tengah-tengah kehidupan yang serba
liar dengan gagah berani yang disertai dengan kecermatan dan keuletan dalam
menghadapi setiap persoalan yang harus diselesaikan. Beliau memegang peranan
sebagai penuntun ummat ke jalan yang
diridhai Allah, orangnya ramah tamah, sabar dan berkemauan keras, berpikir
cerdas, cermat dan sangat taat kepada Tuhan Yang Maha Esa. Inti tujuan
kerasulannya, ialah mengarahkan dan menghadapkan kaumnya untuk berbakti kepada
Allah. Nabi Syu’aib senantiasa memberi peringatan kepada kaumnya agar berlaku
jujur dan berbakti kepada Allah melalui norma-norma yang telah ditentukan oleh
Allah swt. Tuhan satu-satunya yang wajib disembah.
Di dalam Al-Qur’an telah difirmankan:
artinya: “dan kepada (penduduk) Madyan (kami utus) saudara mereka Syu’aib. Ia
berkata: “Hai kaumku, sembahlah Allah, sekali-kali tiadda Tuhan bagimu selain
Dia. Dan janganlah kamu kuranngi takaran dan timbangan, sesungguhnya aku
melihat kamu dalam keadaan baik (mampu) dan sesungguhnya aku khawatir
terhadapmu akan azab hari yang membinasakan (kiamat)”.
Jadi sebenarnya penduduk Madyan itu
tergolong manusia yang mempunyai kemajuan pesat, kemajuan ekonomi begitu lancar
dan tinggi peradabannya. Mereka banyak terdiri dari orang-orang kaya raya, hanya
saja kekayaan dan kemajuan lainnya itu memakai cara yang keliru, mereka
menghalalkan segala cara asal menguntungkan diri mereka.[2]
Kala itu penduduk Madyan terdiri dari
orang-orang yang suka merampok, mengintimidasi pejalan yang lewat, serta
menyembah Aikah, yakni sebuah pohon rindang yang dikelilingi oleh semak
belukar. Mereka terkenal sangat keji dalam berinteraksi dengan orang lain,
mereka suka mengurangi takaran dan timbangan, mereka juga selalu mengambil
lebih dari harta milik orang lain, akan tetapi giliran mereka hendak
menyerahkan sesuatu, mereka menguranginya.[3]
Kaum Madyan juga telah menghina dan
meremehkan Nabi Syu’aib, menurut mereka ritual peribadahan (shalat) yang
diajarkan Syu’aib telah membuatnya gila dan shalat juga lah yang telah mendorongnya
untuk memerintahkan kepada mereka agar meninggalkan apa yang selama ini
disembah oleh nenek moyang mereka. Kala itu, nenek moyang mereka menyembah
pepohonan dan tumbuh-tumbuhan, namun ritual peribadahan (shalat) yang diajarkan
Syu’aib kini memerintahkan kepada mereka agar menyembah Allah Yang Maha Esa,
akan tetapi mereka tidak menerimanya.
Kaum Madyan berkata: “Hai Syu’aib,
sesungguhnya shalatmu telah mencampuri urusan kami dan cara kami dalam
memanfaatkan harta kami. Apa hubungan antara keimanan, shalat dan transaksi
jual beli?”
Mereka mendustakan ajakan Syu’aib
karena mereka tidak menginginkan agama turut campur dalam kehidupan
sehari-hari, misalkan dalam perilaku, perekonomian, termasuk kebebasan dalam
membelanjakan harta mereka. Kebebasan dalam membelanjakan
harta ataupun menghancurkannya, sama sekali tidak ada hubungannya dengan agama
karena ini adalah kebebasan individu. Hal itu adalah pemahaman kaum Nabi
Syu’aib terhadap agama Islam, sebuah pemahaman yang tidak jauh berbeda dengan
pemahaman yang dimiliki oleh sejumlah orang seperti sekarang ini.
C.
Dakwah
Nabi Syu’aib
Persis seperti dakwah yang diemban oleh para nabi yang
lainnya dan tidak ada perbedaan antara nabi yang satu dengan nabi yang lainya,
Nabi Syu’aib juga mengajak umatnya untuk meng-Esa-kan Allah SWT. Karena Dialah
satu-satunya Tuhan yang wajib disembah.
“Dan (Kami telah mengutus) kepada penduduk Madyan saudara mereka,
Syu’aib. Ia berkata: “Hai kaumku, beribadahlah kepada Allah, sekali-kali tidak
ada Illah bagimu selain-Nya. Sesungguhnya telah dating kepadamu bukti yang
nyata dari Rabbmu.” (QS. Al-A’raf: 85)
“Dan
kepada (penduduk) Madyan (Kami utus) saudara mereka, Syuaib. Ia berkata:
"Hai kaumku, sembahlah Allah, sekali-kali tiada Tuhan bagimu selain Dia.” (QS. Hud: 84)
“Dan (Kami telah mengutus)
kepada penduduk Madyan, saudara mereka Syuaib, maka ia berkata: "Hai
kaumku, sembahlah olehmu Allah, harapkanlah (pahala) hari akhir, dan jangan
kamu berkeliaran di muka bumi berbuat kerusakan". (QS. Al-Ankabut: 36)
Akan tetapi para penduduk Aikah
(Madyan) itu tidak percaya dan malah mendustakan Nabi Syu’aib, seperti dalam
firman Allah SWT:
“Penduduk Aikah telah mendustakan
para Rasul-rasul.” (QS. Asy-Syu’ara: 176)
“Mereka berkata: “Sesungguhnya kamu adalah salah
seorang dari orang-orang yang terkena sihir, dan kamu tidak lain melainkan
manusia seperti kami, dan sesungguhnya kami yakin bahwa kamu benar-benar
termasuk orang yang berdusta.” (QS. Asyu’ara:
185-186)
Setelah menyelesaikan masalah tauhid, Nabi Syu’aib A.s
langsung berpindah ke masalah interaksi antar manusia sehari-hari, yakni
persoalan amanah (dapat dipercaya) dan keadilan. Kala itu, penduduk
Madyan terbiasa mengurangi takaran dan timbangan, serta tidak memberikan hak
kepada orang lain dengan semestinya. Ini jelas perbuatan kotor yang bisa
menodai kesucian hati dan tangan, juga bisa menodai nama baik dan kehormatan
seseorang.[4]
Hal tersebut masih bersifat larangan yang pasif, itu
terlihat pada firman Allah SWT sebagai berikut:
“Dan janganlah kamu
kurangi takaran dan timbangan, sesungguhnya aku melihat kamu dalam keadaan yang
baik (mampu) dan sesungguhnya aku khawatir terhadapmu akan azab hari yang
membinasakan (kiamat)." (QS. Hud: 84)
Selanjutnya beliau menasehatinya dengan bentuk aktif agar mereka
melakukan takaran dan timbangan dengan adil jangan sampai merugikan atau
mengurangi hak orang lain.
Sebagai mana firman Allah SWT sebagi berikut:
“Dan Syuaib berkata:
"Hai kaumku, cukupkanlah takaran dan timbangan dengan adil, dan janganlah
kamu merugikan manusia terhadap hak-hak mereka dan janganlah kamu membuat
kejahatan di muka bumi dengan membuat kerusakan.” (QS.
Hud: 85)
“Maka sempurnakanlah takaran dan timbangan dan
janganlah kamu kurangkan bagi manusia barang-barang takaran dan timbangannya.” (QS. Al-A’raf: 85)
D.
Do’a
Nabi Syu’aib
Setelah berapa lama Nabi Syu’aib berdakwah kepada kaum
Madyan, ternyata hanya sedikit yang beriman dan mengikutinya, kebanyakan dari
mereka mendustakan dan tidak percaya akan apa yang dibawa oleh Nabi Syu’aib A.s.
Mereka pun malah menantang adzab yang telah dijanjikan oleh Nabi Syu’aib jika
mereka tidak beriman kepadanya. Maka Nabi Syu’aib berdo’a kepada Allah SWT, hal
itu terungkap pada QS. Al-A’raf: 89
“Ya Rabb kami, berilah keputusan kami dan kaum kami
dengan haq (adil) dan Engkaulah Pemberi keputusan yang sebaik-baiknya.”
Maksud dari ayat tersebut yaitu, Allah adalah
sebaik-baik pemberi keputusan. Maka Syu’aib pun mendoakan keburukan bagi
kaumnya, dan Allah tidak akan menolak do’a para Rasul-Nya jika mereka meminta
agar dimenangkan atas orang-orang yang ingkar dan kafir kepada-Nya serta
menentang Rasul-Nya.[5]
E.
Adzab
Kaum Madyan
Seruan Nabi Syu’aib
a.s. ditentang keras oleh mereka, setelah
mendengar perkataan Nabi Syu’aib a.s. mereka menjawab:
"Hai Syuaib,
apakah agamamu yang menyuruh kamu agar kami meninggalkan apa yang disembah oleh
bapak-bapak kami atau melarang kami memperbuat apa yang kami kehendaki tentang
harta kami. Sesungguhnya kamu
adalah orang yang sangat penyantun lagi berakal." (Q.S: Hud 87)
Setelah mendengar
perkataan yang keluar dari mulut mereka itu, Nabi Syu’aib agak tercengang, lalu
berkata untuk menyadarkan mereka :
"Hai kaumku,
bagaimana pikiranmu jika aku mempunyai bukti yang nyata dari Tuhanku dan
dianugerahi-Nya aku daripada-Nya rezeki yang baik (patutkah aku menyalahi
perintah-Nya)? Dan aku tidak
berkehendak menyalahi kamu (dengan mengerjakan) apa yang aku larang. Aku tidak
bermaksud kecuali (mendatangkan) perbaikan selama aku masih berkesanggupan. Dan
tidak ada taufik bagiku melainkan dengan (pertolongan) Allah. Hanya kepada
Allah aku bertawakal dan hanya kepada-Nya-lah aku kembali. Hai kaumku,
janganlah hendaknya pertentangan antara aku (dengan kamu) menyebabkan kamu
menjadi jahat hingga kamu ditimpa azab seperti yang menimpa kaum Nuh atau kaum
Hud atau kaum Saleh, sedang kaum Lut tidak (pula) jauh (tempatnya) dari kamu.
Dan mohonlah ampun kepada Tuhanmu kemudian bertobatlah kepada-Nya. Sesungguhnya
Tuhanku Maha Penyayang lagi Maha Pengasih. (Q.S:Huud:
88-90)
Setelah mendengar
perkataan yang berbau nasehat dari Nabi Syu’aib itu, lalu mereka berkata
mengejeknya:
"Hai Syuaib,
kami tidak banyak mengerti tentang apa yang kamu katakan itu dan sesungguhnya
kami benar-benar melihat kamu seorang yang lemah di antara kami; kalau tidaklah
karena keluargamu tentulah kami telah merajam kamu, sedang kamu pun bukanlah
seorang yang berwibawa di sisi kami.(Q.S Huud : 91)
Mereka tidak
kepalang tanggung mengejek dan menentang seruan Nabi Syu’aib, dengan kata-kata
kotor yang keluar dari mulut mereka meminta segera didatangkan azab Allah yang
diancam olehnya, permntaan mereka ternyata segera diberikan oleh Allah, dengan
azab berupa gempa bumi yang dahsyat, sebagaimana yang disebut dalam Al-Quran:
Kemudian mereka ditimpa gempa,
maka jadilah mereka mayat-mayat yang bergelimpangan di dalam rumah-rumah mereka.(Q.S. Al-A’raf: 91)
Demikianlah siksaan
Allah yang langsung menimpamereka sesuai dengan permintaannya. Menjelang
kejadian yang dahsyat itu, Nabi Syu’aib beserta orang-orang yang beriman hijrah
ke negeri lain, yaitu Negeri Aikah, suatu desa yang tidak jauh dari Madyan.
Sewaktu beliau akan
meninggalkan kota itu berpesan kepada kaumnya,
“Hai kaumku,
sesungguhnya aku telah menyampaikan kepadamu amanat-amanat Rabbku dan aku telah
memberi nasehat kepadamu. Maka bagaimana aku akan
bersedih hati terhadap orang-orang yang kafir?” (Q.S Al-A’raf: 93)[6]
F.
Pelajaran
yang dapat diambil dari kisah Nabi Syu’aib
1.
Ikhlas
Nabi Syu’aib dalam menyampaikan
dakwahnya senantiasa ikhlas dan tidak mengharapkan upah dari kaumnya, hal itu
dapat dijadikan contoh bagi kita selaku umat Isalam untuk senantiasa bersikap
ikhlas dalam berdakwah. Sebagimana firman Allah:
“Dan aku sekali-kali tidak meminta upah kepadamu atas
ajakan itu, upahku tiada lain dari Rabb semesta alam.” (Asy-Syu’ara: 180)
2.
Tawakal
Nabi Syu’aib
menyerahkan segala sesuatunya kepada Allah SWT, setelah beliau berusaha
semaksimal mungkin mengajak kaumnya untuk beriman kepada Allah SWT.
“Dan tidak ada
taufik bagiku melainkan dengan (pertolongan) Allah. Hanya kepada Allah aku
bertawakal dan hanya kepada-Nya-lah aku kembali.” (QS. Hud: 88)
3.
Sabar
Dalam menjalankan dakwahnya, Nabi
Syu’aib selalu mendapatkan tantangan dan rintangan dari kaumnya, namun walaupun
demikian beliau senantiasa bersabar dalam menghadapi itu semua.
“Jika segolongan dari kamu beriman kepada apa yang
aku diutus untuk menyampaikannya dan ada (pula) segolongan yang tidak beriman,
maka bersabarlah hingga Allah menetapkan hukumannya diantara kita. dan Dia adalah Hakim yang sebaik-baiknya.” (QS. Al-A’raf: 87)
4.
Amanah
dan dapat dipercaya
Salah satu pelajaran yang dapat
diambil dari kisah Nabi Syu’aib ialah beliau selalu mengajarkan sikap amanah
dan dapat dipercaya kepada kaumnya. Hal itu terlihat dalam setiap perintahnya
untuk senantiasa menyempurnakan takaran dan timbangan, agar supaya mereka
menjaga amanah dan dapat dipercaya orang lain.
“Maka sempurnakanlah takaran dan timbangan dan janganlah kamu
kurangkan bagi manusia barang-barang takaran dan timbangannya.” (QS. Al-A’raf: 85)
DAFTAR PUSTAKA
Bahjat, Ahmad, Nabi-nabi Allah, Penerjemah: Muhtadi Kadi dan
Musthofa Sukawi, Jakarta: Qisthi Press, 2008
Hilali, Syaikh Salim bin ‘Ied Al-, Kisah Shahih Para Nabi,
Penerjemah: M. Abdul Goffar, Jakarta: Pustaka Imam Asy-Syafi’I, 2009.
Shabuniy, Muhammad Ali Ash-, Kenabian dan Para Nabi, Penerjemah:
Arifin Jamian Maun, Surabaya: Bina Ilmu, 1993.
Adib Bisri, Abdul Mujieb, Qishashul Anbiya
Dalam Al-Qur’an, Surabaya: P.T. Bungkul Indah.
ijin copy
BalasHapusterima kasih kongsi ea
BalasHapustrima kasih atas ceritanya.,.,salam
BalasHapuscvtugu_rentcar